Kegiatan Tim Trauma Healing Pasca Bencana Gempa Sumatera Barat
Luar Biasa. Barangkali inilah kalimat yang tepat untuk menggambarkan semangat tim trauma healing dari semarang ini. Tim PKPU-PSIK Undip- yang berjumlah 10 orang ini, yang didampingi satu dosen pembimbing mereka, adalah tim yang benar-benar semangat. Ini terlihat dari bagaimana antusiasme mereka yang luar biasa. Mereka dari awal seakan tidak sabar untuk segera sampai lapangan. Pertanyaan, “berapa jam lagi kita sampai padang, pak?”, selalu disampaikan anggota tim sejak mulai melangkahkan kaki di bandara Ahmad Yani Semarang (Senin, 9/11/09).
Makanya, begitu sampai Padang, Sumatera Barat, mereka seakan “menemukan oase” di tengah keingintahuan serta kehausan aktualisasi profesionalisme mereka. Walau sudah cukup malam saat sampai padang, antusiasme ini tetap saja terasa. Tak heran, paginya, begitu digelar rapat koordinasi dan konsolidasi, mereka berebut mengajukan berbagai pertanyaan tentang banyak hal, terutama tentang hal-hal teknis yang akan mereka temukan di lapangan.
Hari pertama di Padang, Sumatera Barat, tim yang sepuluh orang ini langsung disebar sesuai titik yang direncanakan. Tim besar dipecah kedalam 3 tim kecil untuk tiga titik sasaran. Tim pertama akan berada di Kelurahan Cengkeh, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang, dengan anggota tim : Siwi Sri Widhowati, Elfira Nurhidayati dan Mariyati. Tim kedua akan berada di sekitar Posko Utama PKPU Kabupaten Padang Pariaman di Nagari Punggung Kasik, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Tim ini berisi : Endah Astuti, Kiki Wahyuni, Wahyudi Mulyaningrat dan Antok Supriyanto Prawira Muda. Sedangkan Tim ketiga, akan berada di Kelurahan Pasir, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman. Tim ketiga ini terdiri dari : Dyah Kartika Putri, Nurul Azizatunnisa dan Siti Nurhamidah.
Aktivitas tim trauma healing hari pertama, secara umum berupa observasi lingkungan sekitar posko serta penyusunan skedule program untuk dua pekan ke depan. Mereka mulai secara bertahap mengunjungi rumah senyum, sekolah darurat serta daerah-daerah kantong-kantong program PKPU yang selama ini telah berlangsung seiring dengan program peduli gempa nasional PKPU, baik di fase tanggap darurat, rehabilitasi serta nantinya akan dilakukan di fase redevelopment.
Trauma healing sendiri, selain akan diberlakukan pada sasaran program yang bersifat individual juga akan dilakukan pada segmen komunitas atau kumpulan. Sasaran ini secara umum memang cukup beragam, mulai anak-anak, remaja, ibu-ibu serta bapak-bapak, bahkan juga para lansia. Untuk anak-anak, selain akan dilakukan trauma healing dengan metode konseling, juga akan dilakukan acara menggambar bersama, bercerita bersama serta bermain bersama.
Di hari pertama acara observasi bahkan juga secara integral dilangsungkan trauma healing. Yang dikunjungi para anggota tim taruama healing PKPU-PSIK Undip. Mereka melakukan home visit dari satu rumah ke rumah lain, dari satu rumah senyum ke rumah senyum yang lain. Selain rumah yang dikunjungi, tim juga mengunjungi beberapa Sekolah Dasar yang runtuh total akibat gempa. Beberapa Sekolah Dasar ini misalnya adalah SDN 4 Lubuk Alung di Padang Pariaman. Salah satu guru SDN 4 ini, menceritakan bagaimana trauma anak didiknya setelah gempa terjadi, selain itu, bu guru ini juga menceritakan bagaimana intervensi yang dilakukan para guru untuk menangani trauma anak-anak didiknya.
Di hari kedua, Tim PKPU dan dosen PSIK Undip juga mengunjungi PSIK Universitas Andalas (Unand) di Kampus daerah Pondok, Kota Padang. Dalam pembicaraan yang terjadi, tim PSIK Unand akan bersinergi bersama tim PKPU-PSIK Undip melakukan trauma healing, terutama yang ada di Kota Padang. Tim ini dari PSIK Unand akan membantu memperluas sasaran yang akan dilakukan, terutama dalam penanganan trauma untuk anak-anak. Selain itu, karena secara kebetulan PKPU juga bekerjasama dengan KPBA ( Kelompok Pecinta Baca Anak) untuk program Trauma Healing dengan metode bercerita, maka pada tanggal 19 November 2009 akan diadakan pelatihan Trauma Healing di kampus UNAND dengan jumlah peserta 85 mahasiswa. Tim inilah yang nanti akan melanjutkan program trauma healing ketika tim PKPU-PSIK Undip kembali ke Semarang.
Di hari ketiga Tim Trauma Healing PKPU-PSIK Undip sudah mempersiapkan beberapa agenda, diantaranya Trauma Healing Komunitas ibu-ibu dan anak-anak di kelurahan Cengkeh dan Kab.Padang Pariaman sedangkan di Kota Pariaman diadakan trauma healing kembali ke rumah-rumah senyum PKPU. Seluruh anggota tim tetap semangat walaupun kondisi kota Padang di guyur hujan setiap hari. (nana sudiana & haryono).
Ketika seorang Anak Trauma Akibat Gempa
Sore itu, 11 November 2009 pukul 18.30 WIB di Posko Penanggulangan Bencana Kota Pariaman, setelah hujan lebat disertai angin. Ada ketukan pintu yang keras, dan pada saat itu terdengar suara seorang anak laki-laki berteriak “Kakak, buka pintunya, Kakak.” Suara anak tersebut terdengar ketakutan dan sedikit bergetar. Setelah pintu dibuka, anak usia 8 tahun itu dengan mata berkaca-kaca masuk ke dalam posko dan berkata “Kakak, tadi itu gempa.” Mendengar perkataan anak tersebut, kami mengajaknya masuk dan bermain bersama kami.
Di saat kami melakukan permainan ‘mencari huruf’, kami bertanya tentang apa yang terjadi tadi. Lalu ia mengatakan bahwa tadi itu gempa dan dia takut. Setelah anak tersebut menceritakan semuanya, kami lalu memberikan pengertian dan perbedaan antara hujan dan gempa. Di sela permainan, kami mengulangi perbedaan antara hujan dan gempa. Pada akhir permainan, sebelum anak tersebut pulang kembali ke rumahnya kami bertanya kepadanya apa perbedaan hujan dan gempa dan anak tersebut dapat membedakan antara hujan dan gempa.
Keesokan paginya, saat kami sedang berbincang dengan tetangga sebelah posko, barulah kami tahu, ternyata di daerah tersebut saat terjadi gempa dibarengi dengan hujan yang disertai angin besar.
Terapi Trauma kepada seorang Kakek
Siang itu tanggal 12 November 2009 kami tim yang bertugas di Padang kelurahan cengkeh bergegas untuk memulai kegiatan kami yaitu home visit. Di temani sekrtaris Rt 2 kami melangkah ke salah satu rumah di pinggir jalan yang ramai. Seorang ibu paruh baya membukakan kami pintu dengan ramahnya. Lalu bu sekretaris memperkenalkan kami dengan menggunakan bahasa Padang yang tidak begitu kami pahami. Lalu kami memasuki rumah setelah di persilahkan oleh tuan rumah, dan barulah dapat kami lihat dampak gempa terhadap rumah ini, terlihat beberapa retakan panjang yang telah di plester di beberapa sisinya. Tak lama kemuadian keluarlah seorang kakek yg masih terlihat sehat, namun ada hal berbeda yang tim rasakan dari aura yang terpancar dari sang kakek.
Lalu kami pun memperkenalkan diri kami masing-masing terlebih dahulu dan tak lupa menjelaskan tujuan bahwa kami adalah tim trauma healing PSIK UNDIP yang bekerjasama dengan PKPU Padang untuk membantu masyarakat padang menghilangkan dan mengurangi perasaaan cemas dan takut yang masih di alami. Stimulus untuk membuat kakek bercerita pun segera kami luncurkan, dengan pertanyaan “bagaimana kakek, keadaannya sekarang setelah kejadian gempa, apa yang dirasakan?” setelah mendapatkan pertanyaan itu sang kakek lagsung bercerita tanpa ragu tentang hal yang iya rasakan. Saat itu kami berada di bagian ruang keluarga rumah kakek, dan kakek menceritakaan disinilah iya tidur sekarang, ia tidak berani untuk tidur dan pergi melihat-lihat kamarnya, karena retak di dinding kamar kakek membuat kakek teringat akan kejadian gempa dan takut kamar itu rubuh menimpanya. Terang saja hal itu terjadi, setelah kakek bercerita barulah kami mengerti. Kakek adalah salah satu korban bencana yang mengalami dampak psikis yang cukup membuatnya terguncang. Beberapa saat sebelum kejadian gempa datang kakek masih berada didalam kamarnya dan kebetulan yang sangat di syukurinya beliau saat itu enggan beristirahat di kamarnya. Pada saat gempa datang ada bagian dari atap kamar kakek yang jatuh dan menimpa tempat tidur yang biasa kakek tempati setiap sore hari. itu lah yang membuat kakek masih merasa takut masuk dan melihat-lihat kamarnya. Lalu kakek pun kembali menceritakan hal yang iya rasakan, saat itu kami hanya sebagai pendengar saja. Kakek kami biarkan untuk menceritakan hal-hal yang terjadi padanya setelah gempa dengan pembahasaannya sendiri. Lalu mulailah kakek menceritakan bahwa sampai saat ini setiap jam 5 sampai jam 6 sore sang kakek tidak pernah berada dirumah. Hal ini iya lakukan karena iya merasa takut bila berada di rumah pada jam itu. Beliau merasa gempa akan terjadi kembali bila iaa berada di rumah pada jam tersebut, sehingga ia memilih untuk keluar rumah. Aktivitas ini sudah kakek lakukan selama 2 minggu. Bulan pertama setelah gempa kekek mengatakan bahwa ia di ungsikan di salah satu bagian Sumbar yang aman, dan baru sekitar 2 minggu ia kembali ke rumah. Dan sejak ia kembali hal itu selalu ia lakukan sampai saat kami datan. Sang kakek walapun saat ini berumur 82 tahun, namun iya menunjukkan energy yang cukup besar saat kita mulai menceritakan hal-hal yang ia rasakan pasca gempa. Saat berkomunikasi dengan kami kakek menggunakan bahasa padang, Alhamdulillah kami masih bisa mencerna pembicaraan kakek, karena sebagian besar bahasa padang adalah bahasa indonesia hanya terdapat perbedaan logat dan kecepatan. Selain itu kami membawa ka desi, ia adalah salah satu anggota keluarga dimana tempat kami menginap. Ka desi cukup membantu kami untuk dapat mengartikan beberapa kosa kata asing yang tidak kami mengerti. Saat itu kami bepikir bagaimana caranya kakek dapat menyadari hal-hal yang iya takutkan tidak terjadi sehingga ia tidak perlu takut lagi. Setelah mendengarkan kakek bercerita dan kami mendapatkan jeda untuk masuk kedalam pembicaran kakek, kami langsung menanyakan kakek apa yang ia rasakan setelah pulang jam 6 sore dari tempat temannya dan kakek pun kembali bercerita, namun kesan yang kami dapatkan energy kakek untuk bercerita menurun saat iya menjelaskan apakah setelah pulang iya merasa baik atau tidak dan betul saja, kakek hanya mengatakan dia merasa baik dengan nada yang biasa dan kembali menceritakan perasaan takutnya. Lalu kami pun kembali menanyakan kepada kakek, setelah 2 minggu kakek selalu pergi keluar rumah apakah gempa yang di takutkan terjadi. Dan kakek pun menjawab tidak, lalu dari jawaban kakek ini lah kami mencoba untuk mengubah cara berpikir kakek secara tidak langsung dengan membuat kakek menjawab pertanyaan seputar gempa apakah terjadi atau tidak dan jawaban kakek dalah tidak. Kami pun mencoba untuk menanyakan kalo seperti itu berarti selama ini walaupun kakek keluar tapi gempa tidak terjadi, apakah kakek pernah mencoba untuk tetap di rumah di sore hari dan kakek pun menjawab belum pernah mencoba. Tim pun menanyakan hal-hal apa yang bisa membuat kekek merasa tenang dan nyaman, tim menstimulus kakek untuk menceritakan hal yang iya rasakan saat berzikir mengingat Allah. Kakek pun mengatakan bahwa iya merasa tenang bila berzikir dan nyaman, sampai saat ini ia masih sering berzikir dan selalu sholat 5 waktu. Dan tim pun kembali mengulangi pernyataan yang kakek ungkapkan ternyata dengan berzikir mengingat Allah perasaan kakek dapat lebih tenang, dan kakek pun mengatakan betul. Lalu kami pun meminta kakek untuk menunjukkan kepada kami kamar yang kakek takut untuk memasukinya. Lalu dengan spontan kakek langsung menawarkan utnuk menemani kami masuk ke kamar kakek yang retak. Beberapa saat tim sedikit bingung mengapa kakek mau menunjukkan kamar yang iya takuti, kami berharap ini adalah celah yang baik untuk menyadarkan kakek. Saat itu keluarga kakek pun (menantu perempuan) menemani kami, dan ia mengatakan kakeknya masih takut dan belum berani melihat kamar dan mungkin sekarang berani karena dinding yang retak sudah di plester kembali dan kamar sudah di rapikan. Betul saja, kakek memang menunjukkan kamar tersebut dan masuk kedalamnya setelah kami masuk terlebih dahulu. Saat itu lah, tim merasakan bahwa kemungkinan kakek takut memasuki ruangan ini karena kakek belum pernah mersakan masuk keruangan ini setelah gempa terjadi. Lalu tim pun mengomentri kamar yang saat ini sudah rapi kembali dan masih terlihat nyaman utnuk di tempati karena semua perabotannya masih bagus dan retaknya pun sudah di plester. Lalu sang kakek mengatakan ruangan ini baru di perbaiki beberapa waktu yang lalu dan memang sudah terlihat lebih nyaman. Setelah memberikan pandangan yang baik kepada kakek tentang kamarnya kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami ke rumah yang lain.
Selang satu hari setelah kami berkunjung ke rumah kakek. Saat itu adalah hari terakhir kami berada di cengkeh, dan jadwal kami adalah melakukan evaluasi ke rumah-rumah yang kami anggap perlu di ketahui kemajuan dari intervensi yang telah kami lakukan saat home visit kemarin. Berbekal bunga-bunga mawar kertas buatan anak-anak sekitar rumah saat terapi bermain dengan membuat karya bunga kertas kami berkeliling kerumah-rumah penduduk yang akan kami evaluasi dan salah satunya adalah rumah kakek. Ditemani 6 anak kecil yang meminta untuk ikut serta kami memulai perjalanan evaluasi bersama. Rumah kakek adalah tujuan pertama kami. Sesampainya disana kami langsung di sambut oleh menantu kakek. Saat tau bahwa kami yang datang, sang menantu langsung mengucapkan terimakasih kepada kami, hal yang tidak kami sangka sebelumnya. Sambil menyiapkan bunga-bunga mawar yang akan diberikan kepada kakek kami memasuki rumah dengan bertanya-tanya. Lalu kami pun bertemu kembali dengan kakek yang saat ini terlihat jauh lebih segar. Dan betul saja setelah mempersilahkan kami duduk kakek juga langsung mengucapkan terimakasih kepada kami karena Alhamdulillah sejak kami datang kakek sudah mencoba untuk tidak keluar rumah jam 5-jam 6 sore dan Alhamdulillah ia merasa nyaman saat ini, dan akan terus membiasakannya dan saat ini pun ia tidak ragu lagi untuk masuk kedalam kamarnya. Selanjutnya kami pun berbincang santai sambil memberikan bunga mawar kertas hasil karya anak-anak.
Sumber Penulis: Meidiana Dwidiyanti